Pages

Tuesday, July 6, 2010

Fullmetal Alchemist – Petualangan Elric Brothers dalam mencari Batu Filsuf


Review Anime


Judul : Fullmetal Alchemist

Pengarang Manga : Hiromu Arakawa

Penerbit Manga : Enix/Square Enix

Studio Anime : Bones

Tayang Orisinal : 2003-2004

Jumlah Episode : 51 episode



Kisah dalam Anime (Film Kartun Jepang) dimulai dari sebuah desa bernama Rosembool, dimana kita akan diajak untuk bertemu dengan Edward dan Alphonse Elric, dua orang bersaudara yatim piatu yang terlibat dalam sebuah percobaan kimia (alchemist) – atau lebih tepatnya “sihir” – yang berakibat fatal dan akhirnya memaksa mereka membayar mahal dengan kehilangan anggota tubuh mereka sendiri. Percobaan terlarang ini – yaitu, membangkitkan manusia (ibu mereka) yang telah mati – berakibat kegagalan, dimana yang mereka bangkitkan hanyalah berupa setumpuk daging serta organ manusia tak berbentuk yang terpaksa ditebus dengan hilangnya sebagian tangan dan kaki Edward, serta kehilangan seluruh badan dari Alphonse (sang adik, Alphonse, hanya dapat selamat setelah “ruh” nya “diikat” oleh sang kakak melalui teknik “pengikatan darah – jiwa” ke dalam sebuah ketopang (armor) kuno.


Alchemist – alkimia – di dalam dunia Edward dan Alphonse adalah sebuah seni dan ilmu yang saintifik, dimana melalui teknik pengolahan energi tertentu yang dapat diukur dan dipelajari, manusia yang menguasai ilmu ini dapat mengubah suatu benda menjadi benda lainnya, atau dari suatu bahan mentah menjadi sebuah bentuk jadi, melalui media energi dari manusia yang mempraktekkannya. Di dalam dunia kita, ilmu pengetahuan ini disebut “sihir” atau “magis”. Ada sebuah prinsip yang berlaku di dalam ilmu “alchemist” ini yaitu “pertukaran setara” – kita hanya dapat mengubah sesuatu dari sesuatu yang ada secara seimbang; misalnya, untuk “membuat” atau “menyusun” manusia, bahan dasar yang harus kita persiapkan adalah : beberapa liter air, beberapa kilogram karbon, setumpuk kotak korek api, setumpuk kapur tulis, sejumput garam, dan seterusnya…yang merupakan bahan dasar pembentuk tubuh manusia. Namun ada satu hal yang kedua bersaudara itu lupakan disini; “ruh”, atau “jiwa”, yang merupakan unsur terpenting yang menjadikan kesemua material mentah itu menjadi “manusia”.


Karena itu, percobaan transmutasi manusia menjadi sebuah tabu terlarang – dan Elric bersaudara mempelajari kenyataan ini melalui cara yang pahit – sang adik, Alphonse, hampir saja kehilangan nyawanya melalui prinsip “pertukaran setara” (ruh sang adik untuk ruh si ibu) jikalau sang kakak (Edward) tidak sempat menyelamatkannya, tentunya, dengan pengorbanan fisik lainnya…


Ketopang (armor, baju zirah) yang telah terisi ruh Alphonse – namun secara fisik adalah ketopong kosong - menyelamatkan sang kakak – Edward – yang tak sadarkan diri setelah kehilangan sebuah lengan dan sebuah kaki dalam proses alkimia ini, dan membawanya ke rumah tetangga mereka, keluarga Rockbell, yang ahli dalam membuat “automail” (semacam tangan dan kaki buatan dari logam mekanik) agar Edward dapat mendapatkan pertolongan pertama sekaligus dapat memasang tangan dan kaki mekanik sebagai pengganti anggota tubuh dari daging yang telah hilang. Namun kejadian ini rupanya tidak terlepas dari perhatian Roy Mustang, seorang ahli alkimia negara (tentara) yang dikenal dengan julukan “Flame Alchemist” (memiliki keterampilan membuat api dengan mengkombinasikan antara unsur-unsur atom udara seperti hidrogen dan oksigen) yang merupakan teman dari mendiang ayah kedua bersaudara ini, yaitu Von Hohenheim. Roy memberikan sebuah informasi berharga bagi Edward yang sedang dilanda frustasi karena kegagalannya dalam proses alkimia (transmutasi manusia) ini agar mencari jalan untuk menebus kegagalannya dalam proses ini dan mencari cara untuk memulihkan tubuh mereka dengan menjadi “State Alchemist” (ahli alkimia negara). Tertarik oleh kemungkinan memanfaatkan sumberdaya militer dan negara yang hampir tak terbatas guna memulihkan tubuh mereka berdua, maka Edward menerima tawaran ini, tawaran untuk menjadi “anjing militer” (karena bagi para ahli alkimia negara, mereka adalah “senjata hidup” yang akan digunakan oleh militer dalam peperangan).


Setelah melalui beberapa tantangan – seperti, bertarung melawan teroris yang menyandera Jendral Hakuro beserta keluarga di dalam kereta api yang mereka tumpangi menuju ibukota – dan tentunya, test kemampuan fisik sebagai ahli alkimia – Edward berhasil menjadi “State Alchemist”. Namun, sang adik – Alphonse – mundur dari test ini (meskipun hasil test tertulisnya jauh lebih baik daripada si kakak) setelah dinasihati oleh Roy Mustang, bahwa “ketopong kosong tidak dapat melalui pemeriksaan fisik”. Memanfaatkan sumber daya dan pengetahuan yang dimiliki militer negara, kedua bersaudara ini menemukan bahwa ada sebuah cara untuk memulihkan kembali tubuh mereka berdua, yaitu dengan jalan menemukan “Batu Filsuf” (Philosopher’s Stone). Batu Filsuf adalah sebuah legenda dalam dunia alkimia, dimana konon orang yang bisa menemukan batu ini dapat mengubah benda apapun menjadi emas, memperoleh kehidupan abadi, serta dapat memiliki kemampuan supranatural yang luar biasa.


Menjadi ahli alkimia negara berarti menjadi “anjing militer” dan ini membuat kehidupan kedua bersaudara ini tidak terlalu nyaman – karena ternyata menjadi anggota militer tidak identik dengan menjadi populer di mata rakyat yang tertindas. Namun Edward bersama adiknya Alphonse, yang mana digambarkan sebagai jenius dalam ilmu alkimia, dan memiliki kebaikan hati secara alamiah, berhasil menarik simpati rakyat dengan cara mereka sendiri. Tentunya, hal ini amat menguntungkan bagi Roy Mustang, yang menjadi sponsor sekaligus atasan langsung mereka, dimana diam-diam ia memiliki ambisinya sendiri untuk menjadi “Fuhrer” atau Raja-Panglima di negara mereka – negara militeristis Amestris.


Terdapat beberapa tokoh antagonis yang turut meramaikan kisah pencarian Batu Filsuf ini seperti Scar, seorang pemberontak dari suku Ishbal yang menjadi korban pembantaian massal oleh militer Amestris, dimana semula ia menentang Elric bersaudara namun pada akhirnya malah mengorbankan nyawanya bagi Alphonse; dan para Homonculi, manusia-manusia “jejadian” yang lahir dari proses transmutasi manusia yang gagal dan kemudian menjadi sempurna setelah diberi makan “batu merah” atau Batu Filsuf setengah jadi yang tidak sempurna; Dante, tokoh dibalik layar yang membuat plot guna mengarahkan Elric bersaudara dalam pencarian Batu Filsuf mereka; dan tentunya, Von Hohenheim, ayah kandung dari Elric bersaudara yang ternyata memiliki keterkaitan erat dengan Batu Filsuf.


Kisah “Fullmetal Alchemist” ini adalah sebuah kisah anime yang menarik, dimana para tokoh utamanya adalah para jagoan atau lelakon yang tidak sempurna sebagai manusia – Edward secara fisik adalah cacat, kehilangan sebelah lengan dan kakinya (digambarkan secara baik dalam sebuah episode ketika Edward kehilangan lengan dan kaki mekaniknya sehingga ia terpaksa meloncat-loncat dengan satu kaki, hingga jatuh terpuruk ke dalam genangan lumpur sebagai orang cacat yang tidak berdaya); Alphonse adalah sebentuk ruh yang terjebak dalam ketopong kosong tanpa tubuh dari daging dan darah, dimana dalam beberapa episode digambarkan memiliki kegalauannya sendiri dengan meragukan eksistensinya sebagai manusia. Para lelakon dalam kisah ini adalah anak-anak lelaki yang dipaksa dewasa sebelum waktunya, kehilangan anggota fisiknya bahkan seluruh tubuhnya, namun tidak menjadikan kesemua itu sebagai rintangan melainkan sebagai sebuah tantangan – yang kadang harus ditebus dengan darah dan airmata – namun tidak menyurutkan mereka berdua dalam bergerak menuju tujuannya.


Kisah ini mengalir dengan lancar dan cepat, sehingga tidak membuat kita bosan dalam menyaksikannya. Salah satu hal yang membuat saya (penulis resensi) gemar menyaksikan Anime (film kartun Jepang) adalah ragam dari cerita dan genre yang ada dalam Anime; jika dulu mungkin ada anggapan bahwa “film kartun hanyalah untuk konsumsi anak-anak”, maka, saya kira, film kartun yang ini – tidak semata ditujukan untuk anak-anak melainkan juga utamanya bagi remaja dan orang dewasa. Salah satu kelebihan lainnya dari Anime Jepang adalah kehalusan dan keindahan gambar animasi kartun tersebut; pergerakan para tokohnya berlangsung amat lancar tanpa patah-patah, dilukis dengan indah, dengan amat memperhatikan detail. Setting dalam anime ini dibuat menyerupai Eropa dan/atau Jerman di era ’50-an, dan menurut saya pribadi, kualitas cerita serta gambar anime ini (Fullmetal Alchemist) adalah salah satu yang terbaik dalam kategori Anime Jepang yang pernah saya saksikan, yang mana belum sanggup ditandingi oleh film kartun buatan Amerika (kecuali beberapa hasil produksi dari Walt Disney tentunya).


Dan jika anda seperti saya – penikmat anime yang menggantungkan sumber tontonannya pada sumber-sumber “tidak resmi” seperti internet dan/atau Glodok (di Jakarta, di Bandung : Kota Kembang) berhati-hatilah jika berminat membeli edisi Glodok “51 in 1” karena dalam edisi 51 episode dalam 1 cd DVD ini, selain kualitas gambarnya kurang bagus, juga ada banyak kerusakan pada 3 episode terakhir – macet, terputus-putus, harus diulang kembali sambil di rewind atau fast forward – well, u name it – namanya juga “bajakan”, hehehe! Ada edisi “bajakan” lainnya yang jika tidak salah terdiri dari 3/4 cd dvd – namun milik saya dibeli beberapa tahun yang lalu dan sekarang sudah berada ditangan orang lain – sehingga untuk resensi ini saya terpaksa mengandalkan edisi “51 in 1” dengan segala kelebihan dan kekurangannya (dan jangan berharap untuk menemukan subtitle dalam bahasa Indonesia: its all written in English, baby…but at least the team who worked it out, work very well! Thank you, guys! We – anime bajakan lover - love you very muach!)


Jikalau anda penggemar anime Jepang seperti saya, sayang rasanya untuk melewatkan anime ini. Dari skala 1 hingga 5, saya pribadi memberi angka “4” untuk anime ini.



AB-Bandung,06072010/15:44